Jenis PHK Berdasarkan UU Cipta Kerja
Jenis PHK Berdasarkan UU Cipta Kerja
Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih mengintai seiring ketidakpastian ekonomi yang belum berhenti. Tentu ada banyak penyebab sebuah organisasi atau perusahaan memutuskan melakukan PHK. Tapi, perlu diketahui bahwa tidak semua PHK itu sama.
PHK, menurut Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Ketika hubungan kerja sudah diberhentikan maka pekerja sudah tak lagi berkewajiban melakukan aktivitas kerja. Begitu pula dengan perusahaan yang sudah terlepas dari kewajibannya untuk membayarkan upah. Dalam pemutusan hubungan kerja, pihak perusahaan tidak boleh melakukannya secara sewenang-wenang.
Ketentuan mengenai hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021. Salah satu poinnya menjelaskan bahwa perusahaan dilarang memecat seorang karyawan hanya karena berbeda pandangan, menjalankan kegiatan ibadah, ataupun melahirkan.
Dikutip dari sohib.indonesiabaik.id, Jumat, 27 Januari 2023, berdasarkan UU Cipta Kerja, ada beberapa jenis PHK, yaitu:
1. PHK demi hukum
PHK demi hukum ini terjadi jika karyawan meninggal dunia, karyawan sudah pensiun, atau adanya penolakan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas permohonan perusahaan untuk tidak melanjutkan hubungan kerja dengan karyawannya.
2. PHK akibat melanggar perjanjian kerja
PHK yang satu ini terjadi karena salah satu pihak telah melanggar atau menyalahi perjanjian kerja yang telah ditetapkan. Umumnya, pihak pekerja yang melakukan pelanggaran tersebut. Ketika karyawan melanggar perjanjian kerja maka perusahaan perlu memberinya surat peringatan terlebih dahulu.
Berdasarkan perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, perusahaan harus menerbitkan surat peringatan secara berurutan, yakni dari pertama hingga ketiga. Apabila setelah penerbitan surat peringatan terakhir masih terjadi pelanggaran maka PHK dapat dilakukan.
3. PHK karena kondisi tertentu
Ada kondisi tertentu yang mengharuskan terjadinya PHK. Sebagai contoh, seorang pekerja bisa saja dipecat lantaran dirinya mengalami sakit berkepanjangan. Di sisi lain, pemberhentian kerja juga mungkin terjadi karena perusahaan merugi atau tengah menekan biaya pengeluaran.
Untuk pemecatan karyawan secara mendesak atau akibat pelanggaran berat, mereka tidak berhak menerima pesangon dan penghargaan masa kerja. Adapun kompensasi yang mereka terima adalah berupa uang penggantian hak dan uang pisah
4. PHK sepihak
Kondisi ini terjadi ketika hubungan kerja secara sengaja diberhentikan oleh satu pihak. Sebagai contoh, jika seorang karyawan tidak hadir selama lima hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, maka perusahaan dapat melakukan PHK sepihak. Akan tetapi, PHK jenis ini juga bisa terjadi karena kemauan perusahaan sendiri, bukan karena aturan.
Penulis : Angga Bratadharma